Global Climate Change: A Real Threat to the Agricultural Sector and Future Food Security
Global Climate Change: A Real Threat to the Agricultural Sector and Future Food Security
The agricultural sector, a key pillar of food security and the nation's economy, is currently facing one of the greatest challenges in history: climate change. Its impact is no longer just a prediction on paper, but a real and urgent crisis, threatening crop yields, increasing the risk of a food crisis, and exacerbating the challenges faced by millions of farmers across Indonesia (Rozci, 2024).
Amidst global and national efforts to achieve food self-sufficiency by 2025 and beyond, the impacts of climate change pose a significant obstacle. Increasingly erratic weather patterns pose a major threat. Longer and more extreme dry seasons are causing drought in many food-producing regions, while rainy seasons often bring extremely high rainfall, triggering flooding and inundating agricultural lands (Kurniawan, 2023). These conditions directly impact the productivity of key food crops such as rice. Rising global average temperatures disrupt crop growth cycles and increase water evaporation from the soil, which in turn requires greater irrigation needs amid increasingly limited water resources. Furthermore, extreme weather fluctuations also create an ideal environment for the proliferation of pests and plant diseases, forcing farmers to spend more on pesticides that are often ineffective and can damage the environment (Harahap et al., 2024).
"Previously, we could predict the planting season and harvest time based on pranata mangsa (the traditional Javanese calendar). Now, we can't rely on that anymore," said a farmer in Central Java. "Rain can come suddenly and heavily when the rice is turning yellow, or conversely, not fall at all when we need water to irrigate the fields. Crop failures have become increasingly common."
These threats don't stop at the farmer level. Disruptions to agricultural production directly threaten national food security. Declining domestic harvests can trigger supply shortages, leading to spikes in food prices and increased dependence on imports. The World Bank and the Food and Agriculture Organization (FAO) have repeatedly warned that climate change is a major driver of a potential future global food crisis (Supriyadi et al., 2022).
Towards Sustainable Solutions: Regenerative Agriculture as the Answer
Amidst these significant challenges, a glimmer of hope emerges through an approach to agriculture that is more in harmony with nature: regenerative agriculture. This concept goes beyond simply sustainable agriculture; it focuses on restoring and improving the health of agricultural ecosystems, especially soil health.
Regenerative agriculture moves away from reliance on synthetic chemical inputs such as fertilizers and pesticides, which can damage soil structure and fertility in the long term. Instead, this approach emphasizes practices such as:
No-Till Farming: Minimizing soil structure damage, conserving moisture, and increasing organic matter content.
Cover Crops: Planting non-commercial crops between main growing seasons to protect soil from erosion, suppress weed growth, and improve fertility.
Crop Rotation and Intercropping: Planting different types of crops alternately or simultaneously to increase biodiversity, break pest and disease cycles, and enrich soil nutrients.
Livestock Integration: Combining livestock and agriculture, where livestock can help manage weeds and convert their manure into nutrient-rich natural fertilizer.
By restoring soil health, regenerative agriculture has been shown to improve the soil's ability to absorb and retain water. This makes farmland more resilient to drought. Healthy soil can also absorb more carbon from the atmosphere, making the agricultural sector no longer a source of emissions but part of the solution to climate change mitigation.
The government and various non-governmental organizations are now beginning to recognize the potential of regenerative agriculture. Educational and mentoring programs are being promoted for farmers to transition to more environmentally friendly practices. While this transition requires time and adaptation, the long-term benefits from increased food security and improved farmer welfare to environmental sustainability make it a crucial investment for the future of Indonesian agriculture.
The climate crisis is a shared challenge that requires collective action. For the agricultural sector, adaptation is no longer an option, but a necessity. By shifting to climate-smart practices like regenerative agriculture, Indonesia can build a food system that is not only productive, but also resilient and sustainable for generations to come.
Perubahan Iklim Di Dunia: Ancamana Nyata Terhadap Sektor PertanianDan Ketahanan Pangan Di Masa Depan
Sektor pertanian, pilar utama ketahanan pangan dan perekonomian bangsa, kini tengah menghadapi salah satu tantangan terbesar dalam sejarah: perubahan iklim. Dampaknya bukan lagi sekadar prediksi di atas kertas, melainkan sebuah krisis yang nyata dan mendesak, mengancam hasil panen, meningkatkan risiko krisis pangan, dan memperparah tantangan yang dihadapi jutaan petani di seluruh Indonesia (Rozci, 2024).
Di tengah upaya global dan nasional untuk mencapai swasembada pangan pada tahun-2025 dan seterusnya, dampak perubahan iklim menjadi rintangan yang signifikan. Pola cuaca yang semakin tidak menentu menjadi ancaman utama. Musim kemarau yang lebih panjang dan ekstrem menyebabkan kekeringan di banyak wilayah lumbung pangan, sementara musim hujan seringkali datang dengan intensitas curah hujan yang sangat tinggi, memicu banjir dan merendam lahan-lahan pertanian (Kurniawan, 2023). Kondisi ini secara langsung berimbas pada produktivitas tanaman pangan utama seperti padi. Peningkatan suhu rata-rata global mengganggu siklus pertumbuhan tanaman dan meningkatkan penguapan air dari tanah, yang pada gilirannya menuntut kebutuhan irigasi yang lebih besar di tengah sumber daya air yang semakin terbatas. Selain itu, fluktuasi cuaca ekstrem juga menciptakan lingkungan yang ideal bagi perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman, memaksa petani untuk mengeluarkan biaya lebih untuk pestisida yang seringkali tidak efektif dan dapat merusak lingkungan (Harahap dkk, 2024).
"Dulu, kami bisa memprediksi kapan musim tanam dan kapan harus panen berdasarkan pranata mangsa (penanggalan tradisional Jawa). Sekarang, semua itu tidak bisa lagi diandalkan," ujar seorang petani di Jawa Tengah. "Hujan bisa datang tiba-tiba dengan derasnya saat padi menguning, atau sebaliknya, tidak turun sama sekali saat kami butuh air untuk mengairi sawah. Gagal panen sudah menjadi hal yang semakin sering kami alami."
Ancaman ini tidak berhenti di tingkat petani. Gangguan pada produksi pertanian secara langsung mengancam ketahanan pangan nasional. Penurunan hasil panen domestik dapat memicu kelangkaan pasokan, yang berujung pada lonjakan harga pangan dan meningkatkan ketergantungan pada impor. Bank Dunia dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) telah berulang kali memperingatkan bahwa perubahan iklim merupakan salah satu pemicu utama potensi krisis pangan global di masa depan (Supriyadi dkk, 2022).
Menuju Solusi Berkelanjutan: Pertanian Regeneratif sebagai Jawaban
Di tengah tantangan yang berat ini, muncul secercah harapan melalui pendekatan pertanian yang lebih selaras dengan alam, yaitu pertanian regeneratif. Konsep ini lebih dari sekadar pertanian berkelanjutan; ia berfokus pada pemulihan dan perbaikan kesehatan ekosistem pertanian, terutama kesehatan tanah.
Pertanian regeneratif bergerak menjauhi ketergantungan pada input kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida, yang dalam jangka panjang dapat merusak struktur dan kesuburan tanah. Sebaliknya, pendekatan ini mengedepankan praktik-praktik seperti:
Tanpa Olah Tanah (No-Till Farming): Meminimalkan kerusakan struktur tanah, menjaga kelembapan, dan meningkatkan kandungan bahan organik.
Tanaman Penutup Tanah (Cover Crops): Menanam tanaman non-komersial di antara musim tanam utama untuk melindungi tanah dari erosi, menekan pertumbuhan gulma, dan meningkatkan kesuburan.
Rotasi Tanaman dan Tumpang Sari: Menanam berbagai jenis tanaman secara bergantian atau bersamaan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati, memutus siklus hama dan penyakit, serta memperkaya nutrisi tanah.
Integrasi Ternak: Menggabungkan peternakan dan pertanian di mana hewan ternak dapat membantu mengelola gulma dan kotorannya menjadi pupuk alami yang kaya nutrisi.
Dengan memulihkan kesehatan tanah, pertanian regeneratif terbukti mampu meningkatkan kemampuan tanah dalam menyerap dan menahan air. Ini menjadikan lahan pertanian lebih tangguh dalam menghadapi periode kekeringan. Tanah yang sehat juga mampu menyerap lebih banyak karbon dari atmosfer, menjadikan sektor pertanian bukan lagi sebagai sumber emisi, melainkan bagian dari solusi mitigasi perubahan iklim.
Pemerintah dan berbagai lembaga non-pemerintah kini mulai melirik potensi pertanian regeneratif. Program-program edukasi dan pendampingan bagi petani untuk beralih ke praktik yang lebih ramah lingkungan ini mulai digalakkan. Meskipun transisi ini memerlukan waktu dan adaptasi, manfaat jangka panjangnya mulai dari peningkatan ketahanan pangan, perbaikan kesejahteraan petani, hingga kelestarian lingkungan menjadikannya sebuah investasi yang krusial untuk masa depan pertanian Indonesia.
Krisis iklim adalah tantangan bersama yang membutuhkan aksi kolektif. Bagi sektor pertanian, beradaptasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Dengan beralih ke praktik-praktik yang cerdas iklim seperti pertanian regeneratif, Indonesia dapat membangun sistem pangan yang tidak hanya produktif, tetapi juga tangguh dan berkelanjutan untuk generasi-generasi yang akan datang.
Reference
Kurniawan, N. (2023). Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pertanian. literacy notes, 1(2).
Harahap, L. M., Manurung, Y. I. B., Situngkir, J. B., & Simanungkalit, N. A. (2024). Pengelolaan Risiko Iklim Dalam Sektor Pertanian: Strategi Dan Implementasi. Jurnal Ilmu Manajemen, Bisnis dan Ekonomi (JIMBE), 1(6), 117-126.
Rozci, F. (2024). Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian Padi. Jurnal Ilmiah Sosio Agribis, 23(2), 108-116.
Supriyadi, A. A., Alman, G. C., Rianto, R., Juliana, J., Rahmayanti, S., Yusuf, M. A. A., ... & Sulistyadi, E. (2022). Kebijakan Ekonomi Ketahanan Pangan Dengan Strategy Blue Economy Menghadapi Ancaman Perubahan Iklim. Journal of Innovation Research and Knowledge, 2(4), 2131-2126.
PT. Precision Agriculutre Indonesia adalah ekosistem digital pertanian Indonesia yang mengintegrasikan agrotech, pertanian presisi, pertanian cerdas, dan pertanian pintar melalui pemanfaatan teknologi seperti sensor pertanian, Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan, sistem irigasi otomatis, pemupukan cerdas, dan pemantauan tanaman berbasis data real-time, serta menghadirkan layanan edukasi petani modern, digitalisasi agribisnis, pasar produk pertanian online, penguatan rantai pasok, inovasi teknologi tepat guna, dan solusi pertanian ramah lingkungan yang mendukung pertanian modern, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi di era Revolusi Industri 4.0. Pertanian Presisi Indonesia