When people think of catfish ponds, the image that usually comes to mind is murky, smelly water full of leftover feed. However, behind this negative perception lies a hidden potential—catfish pond water can serve as a natural nutrient source for hydroponic systems. In today’s era of sustainable agriculture, this practice is more than just an innovation; it’s a smart solution that reduces waste while boosting productivity. Nutrient Composition of Catfish Pond Water: The Overlooked Resource Catfish pond water contains essential elements such as ammonia (NH₃), nitrite (NO₂), nitrate (NO₃), and microorganisms derived from fish metabolism and uneaten feed (Prakosa, 2021). While often considered waste in traditional aquaculture, this water can be a valuable organic nutrient solution in hydroponics. According to Rahmadhani et al. (2020), healthy catfish pond water typically has:
Electrical Conductivity (EC): 0.8–1.8 mS/cm
TDS (ppm): 800–1,240
pH: 7–7.2
Despite its nutrient richness, the water cannot be used directly in hydroponic systems due to several potential hazards.
The Risks of Direct Application: Hidden Dangers
Unprocessed pond water may contain excessive ammonia levels (>1 ppm), which can poison plant roots, hinder nutrient uptake, and cause wilting. The pH, often ranging from 7.3 to 8.0, is not optimal for hydroponic growth, as it can limit the availability of micronutrients like iron and phosphorus. Suspended solids and microbial load from uneaten feed can also create breeding grounds for plant pathogens if not properly treated.
To ensure safe use in hydroponics, catfish pond water must undergo basic treatment steps:
Sedimentation
Let the water sit in an open container for 24–48 hours to reduce ammonia via evaporation and allow solids to settle.
pH Adjustment
Add natural acidic materials, such as rice husk soak water, and use a pH meter for accurate monitoring.
Dilution
If EC is too high, dilute with clean water (e.g., 1:1 ratio) to reach optimal nutrient concentration.
Filtration
Use activated charcoal or fine cloth to remove small particles and excess microbes.
EM4 Fermentation
Add 2–3 caps of EM4 per gallon of water and ferment for 1–2 weeks. This improves the nutrient profile and eliminates odor.
Once processed, the water can be used as liquid organic fertilizer in hydroponic systems.
Integrated System: Combining Catfish and Hydroponics in One Ecosystem
Several farmers have successfully integrated catfish ponds with hydroponic systems like Deep Flow Technique (DFT) and Nutrient Film Technique (NFT). Crops like water spinach, spinach, and lettuce thrive when fed with treated catfish pond water. This integration not only reduces fertilizer costs, but also minimizes aquaculture waste, contributing to more sustainable and eco-friendly farming.
Ketika mendengar tentang kolam lele, banyak orang langsung membayangkan air yang keruh, berbau, dan penuh sisa pakan. Namun di balik kesan negatif itu, air kolam lele menyimpan potensi besar sebagai sumber nutrisi alami untuk budidaya hidroponik. Dalam era pertanian modern yang mengedepankan efisiensi dan keberlanjutan, pemanfaatan air limbah kolam lele bukan sekadar inovasi, melainkan solusi cerdas untuk mengurangi limbah sekaligus meningkatkan produktivitas pertanian.
Komposisi Air Kolam Lele: Sumber Nutrisi yang Terabaikan
Air kolam lele mengandung berbagai unsur penting seperti amonia (NH₃), nitrit (NO₂), nitrat (NO₃), serta mikroorganisme hasil metabolisme ikan dan sisa pakan (Prakosa, 2021). Dalam sistem budidaya konvensional, air ini sering dianggap limbah yang harus dibuang. Namun, dalam konteks hidroponik, air tersebut justru bisa menjadi alternatif nutrisi organik yang sangat bernilai. Menurut Rahmadhani dkk. (2020), air kolam lele yang sehat umumnya memiliki parameter berikut:
Kondutivitas listrik (EC): 0,8–1,8 mS/cm
Total padatan terlarut (TDS): 800–1.240 ppm
pH: 7–7,2
Meskipun kaya akan nutrisi, air limbah kolam lele tidak bisa langsung digunakan dalam sistem hidroponik karena mengandung risiko tertentu.
Air kolam lele yang belum diolah dapat mengandung kadar amonia tinggi (>1 ppm) yang beracun bagi akar tanaman, menghambat penyerapan nutrisi, dan menyebabkan tanaman menjadi layu. Selain itu, pH yang cenderung basa (7,3–8,0) tidak ideal untuk tanaman hidroponik karena dapat menurunkan ketersediaan unsur mikro seperti besi dan fosfor. Kandungan padatan tersuspensi dan mikroba dari sisa pakan juga bisa menjadi media tumbuh bagi patogen jika tidak ditangani dengan baik.
Solusi Praktis: Cara Mengolah Air Kolam Lele agar Aman untuk Hidroponik
Cabai merupakan komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi yang memerlukan nutrisi khusus. Sistem Dutch bucket mampu memberikan suplai oksigen dan nutrisi secara konsisten ke akar tanaman, menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang kuat serta produksi buah yang tinggi. Penelitian oleh Slamet et al. (2017) menunjukkan bahwa budidaya cabai dengan sistem ini dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen secara signifikan dibandingkan metode konvensional. Untuk memanfaatkan air kolam lele secara optimal, diperlukan beberapa tahapan pengolahan sederhana:
Pengendapan: Diamkan air dalam wadah terbuka selama 24–48 jam untuk mengurangi kadar amonia dan mengendapkan partikel kasar.
Penyesuaian pH: Tambahkan bahan asam alami seperti air rendaman sekam bakar untuk menurunkan pH. Gunakan pH meter untuk memantau hasilnya.
Pengenceran: Jika nilai EC terlalu tinggi, campurkan air kolam dengan air bersih (misalnya 1:1) hingga berada dalam kisaran optimal.
Penyaringan: Gunakan arang aktif atau kain halus untuk menyaring partikel halus dan mikroorganisme berlebih.
Fermentasi dengan EM4: Tambahkan 2–3 tutup botol EM4 per galon air, lalu fermentasi selama 1–2 minggu. Campuran ini akan membantu mengurangi bau dan meningkatkan kualitas nutrisi.
Setelah melalui proses ini, air hasil olahan dapat langsung digunakan sebagai nutrisi organik cair untuk sistem hidroponik.
Sistem Terintegrasi: Budidaya Lele dan Hidroponik dalam Satu Ekosistem
Beberapa petani telah sukses menggabungkan kolam lele dengan sistem hidroponik seperti Deep Flow Technique (DFT) dan Nutrient Film Technique (NFT). Tanaman seperti kangkung, bayam, dan selada terbukti tumbuh subur menggunakan nutrisi dari air kolam lele yang telah diolah. Sistem integrasi ini tidak hanya menghemat biaya pupuk tetapi juga mengurangi limbah perikanan serta mendukung pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Reference
Prakosa, D. G. (2021). Utilization of catfish pond waste (Clarias sp.) as organic fertilizer in aquaponics application. Samakia: Journal of Fisheries Science, 12(2), 170–179.
Rahmadhani, L. E., Widuri, L. I., & Dewanti, P. (2020). Quality assessment of leafy vegetables (water spinach, lettuce, and pakcoy) cultivated via aquaponic and hydroponic systems. Jurnal Agroteknologi, 14(01), 33–43.
PT. Precision Agriculutre Indonesia adalah ekosistem digital pertanian Indonesia yang mengintegrasikan agrotech, pertanian presisi, pertanian cerdas, dan pertanian pintar melalui pemanfaatan teknologi seperti sensor pertanian, Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan, sistem irigasi otomatis, pemupukan cerdas, dan pemantauan tanaman berbasis data real-time, serta menghadirkan layanan edukasi petani modern, digitalisasi agribisnis, pasar produk pertanian online, penguatan rantai pasok, inovasi teknologi tepat guna, dan solusi pertanian ramah lingkungan yang mendukung pertanian modern, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi di era Revolusi Industri 4.0.